Senyuman Kak RERE


Pagi ini begitu cerah, Rere melangkahkan kakinya dengan mantap menuju sekolah barunya, ditemani oleh kakaknya yang bernama Rio, mareka menuju ruang guru.
“Selamat pagi pak,” sapa Rio pada salah satu guru yang berada di dalam kantor.
“Selamat pagi, maaf cari siapa ya dek?”
“Saya mencari ibu Mila, apakah beliau ada pak?”
“Sebentar ya saya panggilkan, sepertinya beliau sudah berada di kelas. Silahkan duduk dulu.”
“Tarima kasih pak.” Pak guru pun berlalu meninggalkan ruang guru, setelah mempersilahkan mereka duduk.
Setelah sekitar lima menit mereka menunggu, bapak guru dan ibu Mila datang menghampiri mereka.
“Selamat pagi bu.” Sapa Rio sambil bergegas berdiri dan mengulurkan tangannya pada ibu Mila.
“Pagi, kamu yang kemarin mendaftarkan adik kamu yang pindahan dari Australia itu kan?” Tanya bu Mila sambil mengingat-ingat wajah Rio.
“Iya bu, ini adik saya.” Rere hanya tersenyum pada ibu Mila dan bu Mila pun membalas senyum Rere.
”Oke, mari ikut saya ke kelas kamu.”
”Iya bu.”
”De, kakak pulang duluan ya. Inget kamu harus pulang bareng Jimmy.” Rere hanya mengagukan kepalanya, dan pergi bersama Ibu Mila menuju kelas.
Sesampainya dikelas, Ibu Mila mempersilahkan Rere, memperkenalkan diri.
”Anak-anak ada teman baru dikelas ini, dia pindahan dari Australia. Rere silahkan perkenalkan diri kamu pada teman-teman baru mu.”
”Pagi teman-teman, nama saya Amanda Reina, tapi saya biasa dipanggil Rere. Salam kenal ya, dan bantu saya agar bisa beradaptasi di sekolah ini.”
”Baiklah cukup, jika ingin bertanya sama Rere nanti saja pada saat waktu istirahat. Rere kamu boleh duduk disebelah Alfi, dan baiklah anak-anak kita lanjutkan pelajarannya.”
Tidak lama kemudian, bel istirahat pun berbunyi.
”Hai, nama kamu siapa? Kita kan belum kenalan, masa satu meja tapi ga kenal. Kan ga lucu, iyakan?” Rere mengulurkan tangannya sambil tersenyum
”Alfi.” Alfi menyambut hangat uluran tangan Rere sambil tersenyum.
”Oya, bantu aku beradaptasi ya, soalnya semua ini kan masih asing buat aku”
”Oke deh, nona Australi. Hehehe...” sindirnya sambil tersenyum.
”Hai, kenalin gue Memey, sahabatnya Alfi.” Memey memperkenalkan dirinya.
“Salam kenal juga ya, kayanya kalian akrab banget ya. Boleh nggak kalo aku temenan sama kalian berdua?”
“Boleh banget.” Alfi dan Memey pun kompak menjawabnya.
“Makasih ya?”
“Sama-sama. Oya, kekantin yuk laper nih gue.” Ajak Memey.
“Boleh juga, sekalian aku ingin tahu kantinnya dimana.”
“ya udah, yuk? Alfi mulai berdiri dari tempat duduknya.
Saat mereka keluar dari kelas, semua mata tertuju pada mereka bertiga.
”Mey, kamu ngerasa ada yang aneh ga sama anak-anak hari ini?”
”Iya fi, gue juga ngerasa gitu. Kenapa ya, anak-anak ngeliatin kita kaya yang kagum gitu, padahalkan biasanya nggak.”
”Rere.” mereka kompak menyebut nama itu.
”Re, emang loe nggak risih diliatin terus sama anak-anak?”
”Yaelah mey, wajarlah mereka liatin Rere. Diakan cantik, supel, dan pindahan dari Australi lagi. Gimana mereka nggak kagum.”
”Ah, kamu ini bisa aja. Aku tuh biasa aja ko.” Karna kerendahan hatinya itulah yang membuat dia disukai oleh banyak orang dan kerna kerendahan hatinya jugalah yang membuat dia mempunyai banyak teman.
”Itu kan menurut kamu biasa, tapi orang memandang luar biasa.”
”Ah, kalian ini berlebihan.” wajah Rere pun merah merona karna malu dipuji sama teman-teman barunya, tapi memang kenyataan bukan sekedar pujian.
”Bukan berlebihan tapi kenyataannya, nona Australi.”
Mereka pun tertawa dengan riang, Rere begitu sangat akrab dengan teman barunya. Tak terasa mereka sudah menjejakan kakinya di bulan, ups salah maksudnya di kantin.
”Kita duduk dimana nih?” Tanya Alfi bingung.
”Dimana ya, rame banget di kantin nggak biasanya.” Memey ikut kebingungan sambil matanya mencari tampat buat mereka duduk.
”Dipojok sana aja, itu kosong” Ucap Rere sambil menjukan tempat yang dia lihat.
”Oke” Jawab Alfi dan Memey kompak.

*****
Bel sekolah berbunyi para murid begitu riang dan bergegas pulang, begitu juga dengan Rere yang sudah berdiri didepan gerbang sekolah menunggu Jimmy.
”Tid..Tid..” Bunyi klakson mobil yang berhenti tepat didepan Rere.
”Re, pulang sama siapa?” Tanya Alfi, ternyata mobilnya Alfi dan didalam mobil itu juga ada Memey.
Belum sempat Rere menjawab pertanyaan Alfi, jimmy keluar dari gerbang sekolah.
”Jimmy, tunggu!” Teriak Rere sambil menghampiri jimmy.
Alfi dan Memey saling bertatapan seakan penuh tanya dalam benak mereka, dan merekapun keluar dari mobil menghampiri Rere.
”Jim, pulang bareng kakak yuk?” Ajak Rere sambil memegang tangan Jimmy, tapi Jimmy hanya menggelengkan kepalanya. ”kamu masih marah sama kakak?”
”Ngapain kakak ada disini?” Tanya jimmy dengan nada nggak suka kalo Rere berada di sekolahnya.
”Kakak... Kakak sekolah disini de.” jawab Rere mencoba tenang. ”kamu maukan pulang bareng kakak?”
”Lepasin tangan aku kak, aku mau pulang sendiri.” Pinta Jimmy kepada Rere tanpa menatap wajah Rere sedikitpun dan Rere melepaskannya meski hatinya begitu sakit dan membiarkan Jimmy pergi sampai hilang dari pandangan Rere, tapi Rere masih terdiam ditempat.
”Re, kamu nggak apa-apa kan? Tanya Alfi yang khawatir dengan kejadian yang dia lihat dan dengar barusan, tapi Rere hanya menggelengkan kepala dan tersenyum kepada kedua temannya itu.
”Ya udah kalo emang loe belum mau cerita nggak apa-apa kok tapi kalo loe ada masalah jangan sungkan cerita aja sama kita, mungkin kita bisa bantu loe and rahasia loe akan aman kok ditangan kita. Iya nggak fi.” Memey ikut angkat bicara.
”Bener banget. Ya udah sekarang kita pulang aja yuk, kamu bareng kita aja.”
”Thanks yah, padahal kalian baru kenal sama aku tapi kalian udah baik banget.”
”Itulah gunanya seorang teman” Ucap Alfi dan merekapun masuk kedalam mobil.
            ”Rumah kamu dimana Re?” alfi membuka percakapan diantara mereka setelah hampir setengah perjalanan menuju rumah Rere tapi belum tahu alamatnya.
            ”Oh iya aku lupa nggak ngasih tahu kalian, rumah ku di Perum Graha Intani jalan mawar nomor 7.”
            ”Loe serius Re?” Tanya Memey kaget.
            ”Iya, aku serius. Emang ada yang salah yah?”
            “Nggak ada ko Re, dasar si Memey aja yang lebay. Wah, kebetulan banget rumah kita juga di Perum Graha Intani tapi kita di jalan Anggek.” Sahut Alfi.
            ”Oya? Kebetulan banget dong.” Rere pun tersenyum karna dia akan mempunyai teman di rumah, dan nggak cuma itu Rere senang karna akan ada teman yang bisa dia ajak diskusi dan bertanya jika dia tidak mengerti pelajaran di sekolah. Seperti yang sering dia lalukan di Australi, dia selalu bertanya dan diskusi dengan Toni kekasihnya di Negeri Kangguru yang asli orang Indonesia juga tapi Toni adalah kakak kelas Rere.
            ”Re, loe kenapa kok bengong? Kita udah nyampe rumah loe nih.” Ucap Memey yang membuat Rere sadar dari lamunannya.
            ”Ng..nggak apa-apa kok. Aku cuma lagi mikir aja, gimana kalo kita belajar bersama seminggu 3 kali, kita kan bisa diskusi pelajaran yang belum kita ngerti.”
            ”Ide bagus tuh, boleh juga.” Alfi dan Memey menyetujui Ide Rere.
            ” Makasih yah, kalian nggak mampir dulu?”
            ”Nggak usah deh, makasih. Besok-besok kita pasti sering main kok kerumah kamu” Sahut Alfi.

*****
            Semakin hari PERSAHABATAN mereka semakin erat, nggak terasa mereka sudah berteman selama 6 bulan. Kak Rio begitu bahagia melihat Rere yang selalu tersenyum ketika bersama temen-temannya tapi Rere masih sering menangis di depan Rio karna adik yang begitu Rere sayangi dari kecil masih marah karna kepergiannya ke Australi, Rere benar-benar merasa kehilangan sesosok Jimmy yang selalu manja padanya tapi dia tidak bisa berbuat apa-apa, permintaan maaf sudah sering dia ucapkan dan hanya kepedihanlah yang didapat oleh Rere.
            ”Pagi de, kamu mau sarapan apa?” Sapa Rio pada Rere “De, kok muka kamu pucat banget. kamu kenapa?” Tanya Rio cemas tapi Rere hanya menggeleng sambil menahan rasa sakit.
            ”Aku berangkat duluan kak Rio” Ucap Jimmy, dia benar-benar tidak peduli dengan keadaan Rere, Rio hanya menganggukan kepalanya karna selama 6 bulan sikap Jimmy memang seperti itu.
            ”Re, hidung kamu berdarah.” Rio benar-benar cemas dan kata itu sempat membuat Jimmy berhenti sejenak yang mendengar perkataan Rio pada Rere, tapi tetap saja berlalu dengan mencoba nggak peduli pada Rere.
            Tiba-tiba Rere pingsan dan Rio langsung bawa dia ke rumah sakit terdekat, dia bener-benar cemas dengan keadaan Rere. Rere masuk ruang  UGD, setelah satu jam lamanya Roi menunggu akhirnya dokter keluar juga dari ruang UGD.
”Dok, bagaimana dengan keadaan adik saya?”
”Alhamdulillah, dia bisa di selamatkan, tapi ada yang harus saya bicarakan dengan orang tua kamu.” Ucap dokter dengan wajah yang begitu serius seperti ada sesuatu.
”Orang tua kami ada di luar negeri dok.”
”ya sudah, karena cuma ada kamu. Ada yang harus saya bicarakan dengan kamu, mari ikut saya keruangan.”
Sesampainya di ruangan.
”Ada apa yah dok?” Tanya Rio.
“Saya harap kamu dan keluarga bisa menerima semua ini dengan tabah.”
“Maksud dokter?” Rio benar-benar bingung.
“Rere, terkena penyakit Leukimia atau kanker darah.” dengan berat hati dokter harus mengatakan semua ini.
”Apa dok?” Rio terkejut mendengar semua itu.
”Iya, mungkin hidup Rere  tidak akan lama lagi karena penyakitnya sudah stadium akhir. Apa Rere nggak pernah bilang kalo dia menderita penyakit ini?”
”Nggak dok, dia nggak pernah bilang. Jangankan bilang mengeluh aja nggak pernah dok. Tapi memang ada satu yang saya lihat aneh dari adik saya, dia tidak pernah lepas dari air mineral.”
”ya sudah, kamu yang sabar yah. Sebenarnya 1 tahun yang lalu dia memeriksakan dirinya dan setelah dia mengetahui penyakitnya dia benar-benar terlihat sangat shok dan karna semangat hidupnya lah yang bisa membuat dia bertahan sampai saat ini.”

*****
Di sekolah Alfi dan Memey bertanya-tanya kenapa sahabat mereka tidak masuk sekolah, mereka sudah berkali-kali menelpon Rere tapi tidak ada jawaban, akhirnya mereka sepakat akan bertanya pada Jimmy yang tak lain adalah adiknya Rere, yang pasti tahu alasan kakaknya tidak masuk sekolah.
“Jimmy, tunggu!” Alfi pun memanggil Jimmy yang kebetulan berada di kantin pada jam istirahat, Jimmy akhirnya menghentikan langkahnya.
“Jim, Rere kok nggak masuk sekolah yah. Kamu tahu nggak, kenapa dia nggak masuk sekolah?” Tanya Alfi penasaran.
”Iya jim nggak biasanya Rere kaya gini, di telpon juga nggak diangkat-angkat.” Memey pun angkat bicara tapi Jimmy hanya diam saja.
”Ng.. Nggak tahu. Mungkin bolos kali.” Jawab Jimmy yang juga terlihat bingung dan tersirat ada kecemasan dalam dirinya. Dia pun berlalu dari hadapan Alfi dan Memey.
Mereka tidak puas dengan jawaban Jimmy, akhirnya mereka memutuskan untuk telpon Rio, siapa tahu Rio tahu akan sesuatu kenapa Rere nggak masuk sekolah Rio kan kakak yang sayang banget sama Rere.
”Halo, kak Rio?” Alfi memulai percakapan lewat telpon.
”Iya, ini siapa yah?” tanya Rio yang berada di sebrang telpon.
”Ini Alfi, temannya Rere kak. Saya Cuma mau tanya kenapa yah Rere hari ini nggak masuk sekolah?”
”Iya, kakak lupa kasih tahu ke sekolah kalo Rere sakit.”
”Apa? Rere sakit apa kak?” Tanya Alfi kaget dan penasaran.
”Rere... Rere, sakit kanker darah.” dengan berat hati Rio mesti mengatakan semua itu. ”Oya, kalo kalian mau kesini sepulang sekolah tolong ajak Jimmy yah tapi kalian jangan bilang dulu tentang penyakitnya Rere.”
”Iya kak.” Alfi pun menutup telponnya, mereka benar-benar nggak menyangka bahwa teman mereka yang ceria, baik hati, ramah, pintar dan penyayang itu mesti diberi cobaan sebesar ini.
Di dalam kelas X.1 yaitu kelas Jimmy, Jimmy terlihat begitu murung dan bingung. Sebenarnya apa yang terjadi dengan kak Rere, aku benar-benar cemas. Benar apa kata kak Alfi nggak biasanya kak Rere nggak sekolah. Apa dia benar-benar sakit, tadi pagi kak Rio kan teriak kalo kak Rere hidungnya berdarah, jangan-jangan sudah terjadi sesuatu dengan kak Rere. Nggak mungkin, aku nggak mau kalo terjadi sesuatu dengan kak Rere, aku nggak mau kehilangan kak Rere untuk yang kedua kalinya. Gumamnya dalam hati.

*****
Bel sekolah berbunyi tanda sekolah usai. Di depan gerbang sekolah Alfi dan Memey menunggu Jimmy, dan Jimmy pun keluar.
”Jimmy, kamu ikut sama kita yah?”
”Kemana kak?” Jimmy pun bertanya-tanya.
”Ke rumah sakit.” jawab Memey dengan singkat.
”Mau ngapain? Emang siapa yang sakit?” Jimmy bertambah bingung.
”Nanti juga kamu tahu apa yang terjadi” jawab Alfi dengan nada menahan tangis.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit tak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka bertiga, jimmy benar-benar bingung dan bertanya-tanya melihat kedua kakak kelasnya diam tanpa kata sambil mengeluarkan air mata.
Sesampainya di rumah sakit, mereka bertemu dengan kak Rio.
”Kak, dimana ruangannya?” Tanya Alfi sambil nangis.
”Di sana.” Rio menunjuk ruang yang di tempati Rere, Alfi dan Memey pun langsung masuk ruangan itu.
”Kak Rio, sebenarnya ada apa sih. Siapa yang sakit?” Tanya Jimmy dipuncak kebingungan.
“Re... Rere...” Rio benar-benar tidak bisa mengungkapkan semua ini.
”Apa yang terjadi sama kak Rere?”
”Rere sakit kanker darah stadium akhir dan hidupnya nggak lama lagi.”
”Apa? Kenapa kakak nggak pernah bilang sama aku?”
”Kakak juga baru tahu hari ini, de. Ya udah, ayo kita ke dalam”
Saat mereka menunggu Rere sadar, tak ada satu pun yang tidak menangis. Orang tua Rere sedang menuju rumah sakit, mereka langsung terbang dari Singapur setelah mendapat kadar dari Rio dan Toni pun begitu shok mendengar sang kekasih terbaring lemah di rumah sakit dan dia pun langsung terbang ke Indonesia dari Astralia. Setelah lama menunggu, akhirnya kedua orang tua Rere sampai di rumah sakit dan tak lama Toni pun datang tapi Rere belum sadar-sadar dan mereka sudah berkumpul. Inilah saat yang ditunggu-tunggu akhirnya Rere sadar, dan semua tersenyum atas kesadaran Rere.
”Mah, Pah, kak Rio, kak Toni, Alfi, Memey. Kenapa kalian semua menangis?” Tanya Rere bingung.
”Kamu jangan banyak bicara dulu yah sayang, kamu kan baru sadar.” Jawab Toni.
”Biarkan aku bicara kak, aku ingin menjelaskan semua yang sudah aku rahasiakan.” Pinta Rere dan semuanya mengijinkan Rere untuk bicara.
”Mah, Pah. Maafin Rere karna selama ini Re udah boongin mamah dan papah. Sebenarnya tujuan utama Rere pergi ke Australi bukanlah untuk study tapi Rere pengin berobat, Rere ingin sembuh. Maaf yah mah, pah aku udah banyak ngabisin uang papah dan mamah.”
”Nggak apa-apa ko nak, uang yang kami cari emang untuk kalian.” Jawab mamah sambil nangis.
”Mah, Pah. Boleh aku minta sesuatu untuk terakhir kalinya?” Mamah dan papah hanya menganggukan kepala. ”Aku ingin papah dan mamah bisa sayang sama Jimmy, seperti mamah dan papah sayang sama aku dan kak Rio. Meskipun Jimmy bukan anak kandung kalian.”
”Iya nak, papah dan mamah janji akan menyayangi Jimmy sama seperti papah dan mamah sayang sama kamu dan Rio.” Rere pun tersenyum.
”Kak Rio.”
”Iya, de. Kakak disini.” Kak Rio mendekati Rere.
”Kak, maafin aku yah, aku udah nggak jujur sama kakak tentang penyakitku, dan makasih atas semua kasih sayang yang udah kakak kasih buat aku.” Rio hanya mengangguk tak ada yang bisa dia ucapkan selain menangis melihat kondisi adik kesayangannya sakit seperti ini. ”Kak, jaga Jimmy juga yah?” Rio benar-benar tak tahan melihat semua ini dan akhirnya dia pun keluar ruangan.
”Mah, Jimmy mana?” Tanya Rere karna dari tadi Rere tak melihatnya.
”Aku disini kak.” Jimmy yang dari tadi berada di pintu pun menghampiri Rere.
”Sini dek, kakak ingin jelasin semuanya. Maafin kakak yah de, bukan maksud kakak ninggalin kamu ke Australi tapi kakak punya alasan kuat yang membuat kakak pergi kesana. Kakak ingin sembuh dari sakit ini karna kakak nggak mau ninggalin kamu untuk selamanya. Karna demi kamu lah kakak bisa bertahan sampai sekarang, kakak nggak mau pisah sama kamu tapi kakak sering dapet E-mail dari kak Rio bahwa kamu sering sakit dan panggil nama kakak, kakak merasa bersalah udah ninggalin kamu. Akhirnya kakak memutuskan pulang ke Indonesia dan sekolah di sekolah yang sama dengan kamu agar kakak selalu ada disisi kamu, tapi kamu malah marah sama kakak sampe sekarang, dan kakak tahu semua ini karna kamu kecewa sama kakak.”
”Maafin aku yah kak, sebenarnya aku nggak pernah marah sama kakak tapi aku terbawa oleh ego dan gengsi aku. Aku emang bodoh udah buat kakak sedih gara-gara sifat aku yang terlalu kekenak-kanakan.”
”Kamu nggak salah kok de, satu hal yang harus kamu tahu bahwa kakak benar-benar sayang sama kamu. Sini de, peluk kakak.”Jimmy pun memeluk Rere yang sedang terbaring.
”Alfi, Memey. Makasih yah kalian memang sahabat aku yang paling baik dan kalian bisa memberi aku hari-hari yang indah yang sebelumnya nggak pernah aku dapatkan dari teman-teman ku yang lain. Maaf aku juga dah boong tentang penyakitku ini. Memey dan Alfi hanya tersenyum meskipun sakit tapi untuk membuat Rere juga tersenyum kenapa tidak.
”Dan yang terakhir buat kak Toni, makasih banget. Kakak udah jadi pacar sekaligus sahabat buat aku selama di Australi. Kakak yang selalu menyemangati aku hidup, kalo bukan karna kakak mungkin aku tidak akan setegar ini menghadapi semuanya. Kakak nggak boleh sedih yah, jika aku pergi untuk selamanya.”
”Suttttttttt, kamu nggak boleh ngomong kaya gitu. Kamu pasti sembuh kok.” Toni mencoba meyakinkan Rere, padahal hatinyapun tak kuasa menahan rasa sakit takut kehilangn gadis yang selama ini selalu hadir dalam hidupnya, meskipun jarak antara Australi dan Indonesia memisahkan mereka tapi mereka tidak pernah absen memberi kabar lewat E-mail.
”Makasih yah kak.” meskipun dalam keadaan yang begitu tidak memungkinkan untuk hidup Rere masih bisa tersenyum.
”Kak, aku capek banget. Aku ingin istirahat tapi kakak jangan lepasin tangan aku yah?” Toni hanya mengangguk sambil menggenggam tangan Rere dan Jimmy juga tidak melepas pelukannya, kak Rio pun masuk lagi ke dalam ruangan. Setelah semuanya kumpul Rere mengucapkan kata terakhir.
”Satu hal yang aku pinta, tetaplah kalian bisa selalu tersenyum dalam menghadapi semua yang terjadi. Maafkanlah semua kesalahan ku.” Rere pun pergi meninggalkan orang-orang yang dia sayangi dengan senyum manisnya dan meninggalkan dunia ini untuk selamanya.
*****
”Begitulah kisah kakak dengan kak Rere yang menyarankan kakak untuk selalu tersenyum dalam segala hal, meskipun itu kenyataan yang buruk yang harus kakak hadapi. Dan berkat kejadian itulah orang tua kakak begitu sayang pada kakak, walaupun kakak hanyalah anak panti yang diangkat anak oleh orang kaya karena keinginan anak perempuannya yang menginginkan mempunyai seorang adik.” Berakhirlah cerita Jimmy pada anak-anak jalanan. Karna semasa hidup kak Rere juga sering mengajar anak-anak jalanan, dengan inilah Jimmy tetap bisa mengenang kak Rere dengan senyumannya saat mengajar anak-anak jalanan.
Jimmy tersenyum melihat sesosok wanita yang cantik jelita dengan senyum manis dibibirnya dan memakai gaun berwarna purih, memberikan acungan ibu jari pada Jimmy.



SELESAI
Share this article :
 

Posting Komentar

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. agaSifa - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger